Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan
ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu
kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru.
Penambahan awalan ke- dan akhiran –andapat memberi makna perubahan
menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…
Kata ketuhanan yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke-
dan –an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti
sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
Dari penjelasan diatas kita masuk ke pokok bahasan yang akan tulis disini maraknya konflik-konfilk sosial
belakangan ini, bisa jadi merupakan gejala Instabilitas nasional, kita
lihat dimana terjadi kekerasan dengan berbagai latar belakang. Satu
diantaranya adalah Agama. Dimasyarakat kita, sering kita melihat
kekerasan sering dilakukan oleh kelompok ajaran agama tertentu atas nama
membela agama dari gangguan-gangguan luar yang coba merusakknya. Dalam
konteks ini, saya akan berbicara mengenai problem klasik yang sering
diperbincangkan tapi tak kunjung usai yaitu Agama dan Negara.
Diskursus mengenai Agama dan Negara dalam
cakupan negara Indonesia, sudah sangat lama dipersoalkan. Perdebatan
keras bisa kita temui di awal-awal pembentukan negara Indonesia. Bila
kita membuka risalah-sisalah perjuangan Founding Father kita,
dengan menelusuri jejak-jejaknya melalui sidang BPUPK, PPKI, dan
Konstituante, akan telihat bahwa upaya menjadikan bangsa Indonesia
menjadi negara agama begitu keras dilakukan, oleh mereka-mereka yang
getol memperjuangan Agama, khususnya agama Islam. Akan tetapi gagal
dilakukan. Kenapa?
Syarat utama berdirinya sebuah bangsa
adalah mempunyai Filosofi negara/dasar negara/ideologi negara. Disinilah
letak perdebatan kerasnya. Para Founding Father kita dulu, ada
beberapa dari mereka mencoba merumuskan dasar negara. Banyak
model/konsep dasar negara diperlihatkan di antara pembuat konsep itu
terdapat Sukarno, Moh Yamin, dll sampai akhirnya ditemukannlah Pancasila
seperti yang sekarang ini. Di antara banyak sila menarik membicarakan
sila pertama, karena disinilah pangkal masalah dari problem kebangsaan
atas nama Agama.
Dalam perdebatan panjang itu akhirnya
kelompok Islam yang keukeh terhadap kalimat itu setuju untuk diganti.
Mereka negara Indonesia tetap negara berdasarkan Ketuhanan, namun
kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pengikut-pengikutnya” diganti dengan “Yang Maha Esa”, sehingga menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa seperti sila pertama Pancasila sekarang ini.
Mengerti mengenai apa sebab sila pertama pancasila disetujui oleh para Founding Father kita, akan sedikit membuka wawasan kita akan kebangsaan Indonesia. Pertama,
Formulasi sila ini adalah yang paling representatif untuk merangkul
semua anggota sidang konstituante pada waktu itu, kalau kita mau melihat
keterwakikan, di situ akan kita temukan berbagai macam etnis, ada Jawa,
Madura, Minang, Batak, Ambon, Sulawesi, keturunan Arab, Eropa dll.
Agama pun begitu, ada Islam, Kristen, Hindu, Budha, kepercayaan
keyakinan lain, dll. Kedua, rupaya dalam diri, jiwa manusia
Indonesia masih percaya pada kekuatan di luar manusia. Degan kata lain
religiusitas pasti ada di dalam diri manusia Indonesia.
Ketika hubungan antara agama dan negara
menemui jalan buntu. Ternyata ilmuan-ilmuan moderen baru mengetahui
bahwa sesungguhnya negara itu tidak bisa seluruhnya dipisahkan dengan
agama. Dalam tradisi masyarakat Barat pun baru sekarang ini sadar
pentingnya nilai-nilai agama masuk dalam kehidupan bernegara. Di eropa
misalnya upaya memisahkan diri dengan negara begitu kuat, ditandai
dengan revolusi pada waktu itu, dimana agama harus menjauhkan diri dari
urusan agama. Tapi usaha ini ternyata tidak serta merta menjadikan
negara itu sejahtera.
Akhirnya walaupun dasar negaranya sekuler
tapi mereka selalu berusaha mendekatkan negara dengan agama. Contoh
prancis yang begitu sekuler, sampai-sampai tidak boleh simbol-simbol
keagamaan dipakai di publik tapi toch masih ada sekolah-sekolah agama
disubsidi oleh pemerintah. Begitupun di Skandinavia, dikenal sebagai
negara sekuler tapi di negara tersebut terdapat gereja negara. Sementara
amerika, sudah sejak lama mengaitkan segala kehidupan bernegara dengan
nilai-nilai agama. Sebagimana kita ketahui mayoritas penduduk amerika
adalah imigran, dimana hampir semua penduduk menganut agama yang sama
jadi lebih homogen. Sehingga pemerintah dengan mudah mengatur urusan
negara.
Disini mesti kita bangga kepada Founding Father
kita, karena pemikirannya telah 1000 km jauh melangkah, sadar akan
pentingnya agama ikut mengatur sendi-sendi kehidupan bernegara. Untuk
Indonesia karena pluralitasnya tidak mungkin menjadikan ajaran satu
agama menguasai, mengatur seluruh kehidupan masyarakat. Oleh karena itu
semua agama-agama yang ada harus merumuskan satu titik temu. Berupa
nilai-nilai yang disepakati bersama yang berlaku universal. Sekarang
kita tahu bahwa nilai-nilai itu telah dirumuskan dalam seluruh sila
pancasila, nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan
Keadilan.
Nilai-nilai itu kemudian kita jaga dari
upaya-upaya pemaksaan oleh satu atau beberapa kelompok tertentu
merusaknya. Maka kita mandatkanlah kepada pemerintah sebagai yang paling
berhak menegakkan, menentukan, dan menghukum, siapa saja yang mencoba
merusak nilai-nilai itu. walaupun itu menggunakan senjata. Sedangkan kehidupan beragama masyarakat
Indonesia, ia berada dalam lingkup pribadi, atau komunitas-komunitas
keagamaan. Semua ajaran-ajaran keagamaan silahkan dijalankan tapi
asalkan tidak menggangu ketentraman yang berbeda keyakinan.
Terakhir, ada suatu kaidah emas, yang itu
pun dimiliki oleh setiap agama-agama. Kaidah emas itu berkata bahwa
Janganlah engkau berbuat kepada orang lain suatu yang orang lain tidak
mau melakuan seperti itu pada dirimu sendiri. Dalam Islam kita kenal Kalimatun Sawa “Tidak beriman seseng ketika belum mencintai orang lain sebelum mencintai dirinya sendiri”. Atau kata konfusius bahasa Ketuhanan itu adalah “Ketika
engkau melihat anak kecil berada di pinggir jurang atau di tepi sungai
maka rasa kemanusiaanmu akan segera menyergap anak kecil itu dan kau
tidak sempat berpikir agamanya apa, etnisnya apa, keuntungan bagiku apa”.
Kalau bahasa ketuhanan hadir dalam dirimu engkau akan mencintai sesamamu, agama apapun, seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
Kalau bahasa ketuhanan hadir dalam dirimu engkau akan mencintai sesamamu, agama apapun, seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar