Selasa, 04 Desember 2012

Sila ke 1 Ketuhanan Yang Maha Esa

     Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran –andapat memberi makna perubahan menjadi antara lain: mengalami hal….sifat-sifat…
       Kata ketuhanan yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.
      Dari penjelasan diatas kita masuk ke pokok bahasan yang akan tulis disini maraknya konflik-konfilk sosial belakangan ini, bisa jadi merupakan gejala Instabilitas nasional, kita lihat dimana terjadi kekerasan dengan berbagai latar belakang. Satu diantaranya adalah Agama. Dimasyarakat kita, sering kita melihat kekerasan sering dilakukan oleh kelompok ajaran agama tertentu atas nama membela agama dari gangguan-gangguan luar yang coba merusakknya. Dalam konteks ini, saya akan berbicara mengenai problem klasik yang sering diperbincangkan tapi tak kunjung usai yaitu Agama dan Negara.

      Diskursus mengenai Agama dan Negara dalam cakupan negara Indonesia, sudah sangat lama dipersoalkan. Perdebatan keras bisa kita temui di awal-awal pembentukan negara Indonesia. Bila kita membuka risalah-sisalah perjuangan Founding Father kita, dengan menelusuri jejak-jejaknya melalui sidang BPUPK, PPKI, dan Konstituante, akan telihat bahwa upaya menjadikan bangsa Indonesia menjadi negara agama begitu keras dilakukan, oleh mereka-mereka yang getol memperjuangan Agama, khususnya agama Islam. Akan tetapi gagal dilakukan. Kenapa?

       Syarat utama berdirinya sebuah bangsa adalah mempunyai Filosofi negara/dasar negara/ideologi negara. Disinilah letak perdebatan kerasnya. Para Founding Father kita dulu, ada beberapa dari mereka mencoba merumuskan dasar negara. Banyak model/konsep dasar negara diperlihatkan di antara pembuat konsep itu terdapat Sukarno, Moh Yamin, dll sampai akhirnya ditemukannlah Pancasila seperti yang sekarang ini. Di antara banyak sila menarik membicarakan sila pertama, karena disinilah pangkal masalah dari problem kebangsaan atas nama Agama.

Sila Ke 3 Persatuan Indonesia


 ““Kita mendirikan suatu negara “semua untuk semua”. Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, atau lain-lain, tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar suatu nationale staat”
(Bung Karno, 1 Juni 1945)
      Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu kesatuan dalam keragaman serta kebaruan dalam kesilaman. Dalam ungkapan Clifford Geertz, Indonesia ibarat anggur tua dalam botol baru, alias gugusan masyarakat lama dalam negara baru, old societies, new state. Nama Indonesia sebagai proyek “nasionalisme politik” (political nationalism) memang baru diperkenalkan sekitar 1920-an. Akan tetapi, ia tidaklah muncul dari ruang hampa, melainkan berakar pada tanah air beserta elemen-elemen sosial-budaya yang telah ribuan bahkan jutaan tahun lamanya hadir di Nusantara. 
          Bangsa (nation) adalah suatu “konsepsi kultural” tentang suatu komunitas politis yang secara keseleruhan dibayangkan sebagai kerabat yang bersifat terbatas dan berdaulat. Bayangan tentang komunitas politis bersama ini bisa timbul karena kebersamaan historis, kesamaan mitos, dan kenangan sejarah, berbagai budaya publik massa dan ekonomi bersama, kesamaan hak-hak legal dan kewajiban bagi semua anggota komunitas tersebut. Dalam komunitas politik dewasa ini, batas bayangan komunitas itu secara politik menjelma dalam bentuk negara-bangsa. Sedangkan yang dimaksud dengan negara (state) adalah suatu konsepsi politik yang berdaulat, yang tumbuh berdasarkan kesepakatan atau kontrak sosial yang meletakkan individu ke dalam kerangka kewarganegaraan (citizenship). Dalam kerangka ini, individu dipertautkan kepada satu unit politik (negara) dalam kedudukan yang sederajat di depan hukum. Dengan kata lain, bangsa beroperasi atas prinsip hukum dan keadilan. 
         Sebagai nasionalisme politik, Mohammad Hatta pernah berkata, “Bagi kami, Indonesia menyatakan satu tujuan politik, karena dia melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan dan untuk mewujudkannya, setiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya”. Indonesia termasuk sebagai negara muda. Negara muda dan atau negara yang baru lahir biasanya tidak selalu memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Rasa nasionalisme merupakan sebuah proses yang harus ditumbuhkembangkan. Sebuah negara yang baru merdeka biasanya memiliki persoalan perpecahan antar etnik (suku), ras, agama, ancaman separatisme serta kerusuhan-kerusuhan lainnya.
Dalam sejarahnya, Indonesia memiliki banyak contoh tentang separatisme. Misalnya saja: Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, PRRI-Permesta, Gerakan Aceh Merdeka, Separatisme di Papua Barat. Indonesia pun memiliki contoh tentang perpecahan dan kerusuhan antar etnik dan agama . Contohnya: konflik Islam-Kristen di Ambon dan konflik etnik Dayak-Madura di Kalimantan.